BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia masih termasuk negara yang belum mampu mengentaskan rakyatnya dari belenggu kemiskinan. Secara konseptual, penanggulangan kemiskinan dapat ditempuh melalui empat jalur, yaitu peluasan kesempatan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan perlindungan sosial1. Kesempatan yang ada disediakan untuk memberikan jalur bagi masyarakat secara bebas tanpa sekatan apapun untuk beraktivitas meningkatkan perekonomian dirinya dan keluarganya. Akses terbuka luas tanpa ada batasan, dan membebaskan kepentingan golongan dan kelompok pejabat tertentu akan menyediakan berbagai terobosan dan celah bagi keberlangsungan usaha masyarakat.
Namun demikian, perluasan kesempatan tersebut harus seimbang dengan kemampuan keberdayaan masyarakat itu sendiri, agar kesempatan menjadi berarti dan tidak hilang sis-sia tanpa ada kesan dan manfaat kesempatan yang sudah disediakan oleh pejabat dan pihak yang berwenang bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat semua golongan, sehingga terwujud tujuan pembangunan negara yaitu yang salah satu indikatornya adalah meningkatnya kesejaheraan rakyat yang wujudnya berupa meningkatknya penghasilan sehingga dapat bertahan hidup2.
Mengenai pemberdayaan potensi masyarakat ini, kita menyadari bahwa di tengah masyarakat Indonesia, terutama yang berada di bawah garis standard kehidupan yang layak, sebuah bimbingan dan pengawalan yang intensif sangat berarti dan menjadi pemberi suluh semangat, sehingga mereka yang berada di bawah garis tersebut diutamakan dibina dan dilatih untuk memiliki keterampilan dan kecakapan hidup agar berdaya memiliki perkerjaan yang memberikan nilai komersil dan menguntungkan, dengan aspek kewenangan dan kapasitas masyarakat yang dibutuhkan dalam proses pemberdayaan masyarakat dapat terpenuhi3.
Bahkan, bukan hanya mereka yang belum mencapai pendidikan formal yang cukup, ditinjau dari penyerapan tenaga kerja di Indonesia, meskipun banyak anggota masyarakat yang memiliki ijazah pendidikan yang tinggi, para pengguna tenaga lebih memilih mereka yang memiliki kemampuan bekerja yang baik, kemampuan menguasai keterampilan tertentu dan bukan mengutamakan pada kepemilikan atas ijazah jenjang pendidikan tertentu4.
Meskipun bukan tugas utama masyarakat untuk membantu memberikan bimbingan dan pelatihan keterampilan, tetapi masyarakat berperan urgen bagi proses pemberdayaan masyarakat tersebut, sebab dalam koridor pembangunan nasional, diperlukan partisipasi seluruh masyarakat mengisi proses pembangunan nasional5.
Mempertimbangkan hal tersebut, melalui kelompok perkumpulan maupun lembaga bukan pemerintah, maka masyarakat membutuhkan suatu format manajemen pengelolaan pelatihan keterampilan dan pendampingan kerja, sehingga mereka yang belum memiliki pekerjaan tetap maupun mata pencaharian yang memadai, mampu bekerja pada sebuah perusahaan atau pengusaha, bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru sesuai bidang yang diminatinya6.
Dengan demikian, maka kehadiran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) akan besar membantu mereka yang kurang memperoleh akses kesempatan belajar dan berlatih keterampilan tertentu, meskipun pelaksanaannya kadangkala kurang sempurna dan tidak mengenai penuh sasaran 100%.
Dinamika hidup di tengah masyarakat yang terus berkembang, menuntut keseriusan seluruh masyarakat untuk berlatih dan memiliki akses serta hubungan kerja yang mapan dan tetap, sehingga mampu menjalis kemitraan dengan pelanggan-pelanggan usahanya. PKBM juga dituntut untuk selalu melakukan inovasi dan upaya terobosan yang terus menerus agar kegiatan dan pendidikan pelatihan non formal bisa tetap berjalan meskipun tidak berhasil seketika itu juga.
Pada awal berdirinya PKBM, meskipun belum ada penopang dana, kegiatan harian PKBM masih bisa dijalankan meskipun seadanya dan tersendat-sendat. Tetapi keadaan tersebut tentu saja tidak dapat dipertahankan terus menerus, apalagi PKBM dituntut untuk siap bekerja tanpa kenal batas waktu dan tempat pada jangkauan wilayah kerjanya, yang di samping harus memenuhi kebutuhan pengelolaannya, juga harus memenuhi kebutuhan hidup pengurus dan kordinator yang menanganinya. Ini tentu saja tidak cukup hanya dengan slogan, memaksa kita untuk bekerja keras, menangkap peluang-peluang yang ada di sekitarnya.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebuah organisasi akan terus bisa berjalan aktif, jika semua persyaratannya terpenuhi. Salah satu faktor pendukung utama yang menopang aktivitas PKBM berupa pendanaan. Untuk kesinambungan proses pelaksanaan program yang diembankan di atas bahu PKBM tersebut, maka tentunya membutuhkan ketersediaan dana yang mengalir cukup bagi setiap bidang program, minimal untuk memenuhi kebutuhan harian kehidupan PKBM7. Tuntutan terpenuhinya dana tersebut mengharuskan PKBM untuk mengambil langkah yang tepat dan signifikan serta relevan dengan arah visi dan misi masyarakat, tanpa menghilangkan ciri khas PKBM sebagai lembaga nirlaba dan non-profit.
Selama ini, sebagai sebuah lembaga yang tidak bergerak di bidang komersil dan berstatus non-profit, hampir setara dengan “lembaga sosial”, PKBM menghadapi kendala yang cukup menguras pikiran untuk diselesaikan segera. Kendala tersebut berupa pendanaan yang selama ini hanya mengandakan bantuan dan dukungan stimulan saja yang tentu saja tidak bersifat permanen. Dukungan pendanaan yang minim ini memang tidak berarti bahwa PKBM harus tutup kantor ataupun tutup kegiatan jika dana penopangnya terpaksa menyusut. PKBM tidak seharusnya menghentikan kegiatan seandainya bantuan tidak kunjung ada.
Sebisa mungkin, kendala dalam bidang pendanaan tersebut, akan memicu dan memacu lembaga PKBM untuk berusaha mendapatkan dana dari dan dengan cara yang bisa, dengan tetap berpegang pada garis dan panduan yang diperbolehkan oleh institusi yang di atasnya.
PKBM, termasuk PKBM Laily Kecamatan Tersono Kabupaten Batang tidak akan bisa hidup terus dengan mengandalkan bantuan-bantuan yang sifatnya stimulan dan terbatas waktunya. PKBM tidak akan bisa menjalankan program-programnya apabila tidak memiliki sumber aliran dana yang stabil dan jelas, sebagai prasyarat untuk memenuhi garis-garis besar dalam perencanaan program pendidikan non formal, sementara pada saat yang sama kita semua memahami bahwa adanya perencanaan merupakan sesuatu yang urgen bagi sebuah lembaga8. Sehingga kepastian ketersediaan dana dan perencanaan program PKBM saling berkaitan. Apabila perencanaan itu dijelaskan secara gamblang dan transparan, maka akan termuat juga alokasi pendanaan yang dibutuhkan pada jangka waktu tertentu dalam mengimplementasikan perencanaan tersebut. Alangkah menyedihkan, jika sudah begitu banyak perencanaan program kegiatan, tetapi terkendala keuangan, sehingga semuanya bisa pupus dan terhenti di tengah jalan.
Meskipun secara nasional sesungguhnya pendidikan memerlukan pasokan anggaran APBN dan APBD, di mana anggaran tersebut saat ini sudah dialokasikan sebesar 20% dari total APBN dan APBD9, tetapi dalam hal ini PKBM memiliki tanggungjawab untuk kelestarian pengelolaan yang menjamin keberlangsungan lembaga sehingga anggaran pendidikan bersumber APBN maupun APBD dapat terserap bagi pemberdayaan asyarakat.
Untuk itu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Laily Kecamatan Tersono Kabupaten Batang mengambil langkah yang mungkin kurang populer di kalangan aktivis pendidikan non formal dalam upaya terpenuhinya kebutuhan mendasar PKBM. PKBM Laily menjalankan sistem bagi hasil dengan mitra-mitra usaha yang sudah bekerjasama dalam pelaksanaan suatu program.
Sistem bagi hasil merupakan jenis kerjasama antara dua pihak di mana ada pihak yang berperan sebagai pemberi modal usaha dan pihak kedua yang berperan sebagai pihak yang melaksanakan usaha. Sistem bagi hasil masih kurang diminati oleh banyak lembaga PKBM, mengingat memang keuntungannya tidak sebesar kebutuhan dan target dana yang seharusnya diperoleh untuk menjalankan program-program yang terhitung program besar. Akan tetapi, perlu diingat bahwa sekecil apapun, dana tetap dihargai sebagai pendukung utama di sebuah organisasi, apalagi terkait dengan keberlangsungan agenda pendidikan dan pelatihan non formal, yang tentu saja sangat berarti bagi masyarakat. Dana, meskipun seribu begitu berarti bagi lembaga PKBM.
Pengalaman, meskipun baru beberapa bulan dijalankan oleh PKBM Laily tersebut digambarkan dalam tulisan Karya Nyata berjudul Strategi Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Modal Usaha antara PKBM dengan lembaga mitra pada upaya mendukung dana operasional PKBM Laily Kecamatan Tersono Kabupaten Batang. isi Lebih Lengkap Download Di Sini-lkn 2012
1 Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto, Manajemen Pemberdayaan Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta:PT.Elex Media Komputindo, 2007), hlm.33
2 Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional kita, (Jakarta:Kompas Media Nusantara, 2008), hlm. 310
3 Soetomo, Pemberdayaan Masyarakat Mungkinkah muncul Antitesisnya?(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011), hlm.88
4 Made Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta:Rineka Cipta, 2009), hlm. 184
5 Mohammad Ali, Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional Kita Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, (Jakarta:PT.Imperial Bhakti Utama, 2009), hlm. 48
6 Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta:Aditya Media, 2008), hlm.2
7 Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2011), hlm.256
8 Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif, (Bandung:Program PascaSarjana UPI dan Rosdakarya, 2007), hlm. 33